WARTAWIDYA.com – Rangkaian bencana hidrometeorologi yang melanda Kabupaten Sukabumi dalam beberapa bulan terakhir mendapat perhatian serius DPRD setempat. Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana, menilai kondisi ini menegaskan pentingnya segera membahas Raperda Patanjala dan Raperda Jasa Lingkungan (Jasling).
Bayu mengingatkan, bencana banjir dan longsor terjadi hampir beruntun. “Dua hari lalu ada tujuh rumah dan pesantren di Cisaat terendam banjir, sebulan sebelumnya longsor di Bojonggenteng, lalu pada 4 Maret 2025 tiga orang meninggal, lima hilang, dan ratusan mengungsi akibat banjir. Jika ditarik mundur sejak Desember 2024, rentetan banjir, longsor, dan pergeseran tanah terjadi hampir merata,” jelasnya, Senin (15/9/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut erat kaitannya dengan kerusakan ekosistem dari hulu hingga hilir. Sungai Cicatih misalnya, telah mengalami gangguan kawasan mencapai 62,8 persen. Hal serupa juga terjadi di Gunung Rompang, Simpenan, sebagai hulu Sungai Cidadap yang mengalami alih fungsi lahan. “Di sinilah Raperda Patanjala tentang pengetahuan tradisional perlindungan sumber air serta Raperda Jasling menemukan urgensinya,” ujarnya.
Bayu menambahkan, kekayaan alam dan budaya Sukabumi seharusnya menjadi modal kesejahteraan, namun justru terancam eksploitasi yang tidak memperhatikan keberlanjutan. Ia juga menyoroti minimnya kawasan lindung yang saat ini hanya 12,8 persen dengan kontribusi KPS 0,7 persen. Angka itu dinilai tidak cukup menopang kawasan budidaya.
“Atas dasar itu, perluasan kawasan lindung menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar. Yang terpenting, kebijakan ini harus berbasis kebudayaan atau Patanjala agar masyarakat terlibat aktif dalam pengelolaan lingkungan,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan pesan Gubernur Jawa Barat, KDM, bahwa tata ruang dan pengelolaan lingkungan Sukabumi harus kembali pada nilai budaya. “Sudah saatnya semua pihak memprioritaskan agenda ini untuk menjamin pembangunan berkelanjutan dan menjadi warisan bagi generasi mendatang,” pungkasnya.
Admin